SULSELNEWS.NET — Timnas Indonesia mencetak sejarah penting dengan menundukkan China 1-0 dalam laga lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, Kamis malam (5/6), di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Di bawah asuhan Patrick Kluivert, skuad Garuda tampil penuh determinasi, dalam laga yang sarat emosi, tekanan, dan drama di dua sisi bench—baik Indonesia maupun China.
Kluivert & Ivankovic: Duel Strategi dan Emosi dari Pinggir Lapangan
Patrick Kluivert, sang pelatih anyar Timnas Indonesia, nyaris tak pernah duduk. Gesturnya tenang namun penuh intensitas. Ia terus berdiri di area teknis, memberikan instruksi tajam dan sesekali melirik ke arah jam seolah ingin memajukan waktu agar pertandingan segera usai.
Sementara itu, di sisi seberang, Branko Ivankovic, pelatih timnas China, tampak jauh lebih ekspresif. Ia beberapa kali terlihat frustrasi, terutama saat timnya gagal memaksimalkan peluang emas di kotak penalti Indonesia. Sepanjang pertandingan, Ivankovic melompat, bertepuk tangan keras saat timnya menyerang, dan menggelengkan kepala tiap kali peluang terbuang sia-sia.
Gugup di Bangku Cadangan: Dua Dunia yang Kontras
Para pemain cadangan China tak kalah tegang. Saat salah satu striker mereka nyaris menyamakan kedudukan lewat sundulan jarak dekat, bangku cadangan langsung berdiri serentak—beberapa sudah bersiap merayakan, tapi hanya bisa mendesah kecewa saat bola melambung tipis di atas mistar.
Salah satu pemain cadangan bahkan tertangkap kamera menutup wajah dengan handuk, tak kuat melihat tekanan yang terus menumpuk di akhir babak pertama.
Momen Penalti: Sunyi Sebelum Ledakan
Menit ke-44 menjadi titik balik malam itu. Ricky Kambuaya dijatuhkan dengan keras di dalam kotak penalti setelah solo run berani. Stadion langsung meledak, namun wasit menunjuk ke telinganya—VAR sedang meninjau.
Branko Ivankovic berdiri diam membatu, tangannya menyilang di dada, tapi terlihat menggigit bibir bawah. Matanya menatap layar VAR di pinggir lapangan dengan penuh kecemasan. Detik terasa seperti menit. Para stafnya sudah mulai berdiri, sebagian memprotes, lainnya menunduk pasrah.
Wasit akhirnya menunjuk titik putih. Ivankovic menggelengkan kepala, lalu menoleh ke bangku cadangan—menunjukkan gestur seolah berkata, “Apa yang bisa kita lakukan?”
Romeny Menentukan, GBK Meledak
Ole Romeny maju tenang. Di belakangnya, Patrick Kluivert menunduk sebentar, kemudian menatap langsung ke gawang—seperti mengirim energi positif dari garis pinggir. Tendangan mendatar Romeny bersarang di pojok gawang. Gol!
Branko Ivankovic langsung membalikkan badan, menyapu rambutnya ke belakang dengan frustasi. Ia sempat melempar botol air ke tanah. Kamera menangkap momen itu: satu sisi penuh sukacita, sisi lain diliputi frustrasi dan kepedihan.
Di babak kedua, China menggempur pertahanan Indonesia tanpa henti. Tapi solidnya lini belakang Garuda dan kejelian strategi Kluivert membuat Ivankovic makin frustrasi di pinggir lapangan. Ia beberapa kali berteriak keras ke pemainnya, menginstruksikan pergantian yang tak membuahkan hasil.
Saat peluit panjang dibunyikan, Ivankovic hanya menunduk. Kluivert justru berjalan ke arahnya, dan keduanya sempat berjabat tangan singkat—tanpa banyak kata.
Garuda Terbang, Asa Masih Menyala
Kemenangan ini bukan hanya soal angka di papan skor. Ini soal mental, karakter, dan bagaimana Patrick Kluivert mulai mencetak identitas baru bagi Garuda. Meski peluang lolos masih harus ditentukan lewat pertandingan lain, satu hal jelas: Indonesia kini tak bisa lagi dipandang sebelah mata.
Dan malam ini, di GBK, kita semua menyaksikan bagaimana mimpi bisa dijaga lewat kerja keras, keberanian, dan sedikit drama yang membuat sepak bola selalu pantas untuk dicintai. (*)